Minggu, 07 Agustus 2016

[Review] The Chronicles of Audy: 21-Orizuka



Dari Putri Fiona Hingga Dunia Plato


 
Hai. Namaku Audy. Umurku masih 22 tahun. Hidupku tadinya biasa-biasa saja sampai aku memutuskan untuk bekerja di rumah 4R.
Aku sempat berhenti, tapi mereka berhasil membujukku untuk kembali setelah memberiku title baru: “bagian dari keluarga”
Di saat aku merasa semakin akrab dengan mereka, pada suatu siang, salah seorang dari mereka mengungkapkan perasaannya kepadaku.
Aku tidak tahu harus bagaimana!
Lalu, seolah itu belum cukup mengagetkan, terjadi sesuatu yang tidak pernah terpikirkan siapa pun.
Ini, adalah kronik dari kehidupanku yang semakin ribet.
Kronik dari seorang Audy.


“Setelah Audy pergi, kami langsung sadar kalau kehadiran Audy sangat penting bagi kami. Bukan sebagai pembantu ataupun baby sitter, tapi sebagai… bagian dari keluarga.”





Kalimat Regan di atas memang manis. Sangat manis malah. Apalagi untuk gadis pemimpi seperti Audy. Hanya saja kalimat manis itu hanyalah kemasannya saja, karena kenyataannya Audy masih merasa diperlakukan sebagai pembantu di keluarga 4R. dan… ya, tentu saja, masih menjadi korban bully Romeo dan Rafael.

Sebelum membahas lebih jauh, aku perkenalkan dulu. Buku ini merupakan seri kedua The Chronicles of Audy, yang sebelumnya berjudul 4R.

4R masih sama. Regan, masih bermulut manis walau pelit, Romeo masih jorok dan membaca majalah dewasa, Rex masih setia dengan sikap sinis dan judesnya, dan Rafael masih belita dengan gaya hidup yang dewasa.

Audy pun masih sama. Masih memiliki wajah seperti Putri Fiona (kata Rafael). Masih bertahan dengan delusi-delusi tidak pentingnya, dan… masih belum menyelesaikan skripsinya. Hanya saja hidupnya semakin kronik lagi setelah pengakuan perasaan dari Rex. Iya, Rex. R3 yang masih berusia 17 tahun dengan IQ yang super-duper mencengangkan. Seakan hidupnya belum rumit, Rex dengan teori Plato-nya menyampaikan perasaannya dengan cara yang tidak bisa Audy pahami. Audy mungkin bisa saja mengantisipasi jika Rex seperti cowok pada umumnya (bersikap romantis, berusaha menarik perhatian Audy dan sejenisnya), tapi ini?

“Tapi… maaf, aku nggak bisa menerima perasaan kamu itu.”

“Aku nggak ingat pernah minta kamu menerima apa-apa,” kata Rex akhirnya, membuatku mengerjap.

“Ha?” sahutku.
“Aku cuma ngasih tahu kalau aku suka kamu,” lanjut Rex. “Nggak perlu diterima. Nggak perlu ditolak. Cukup untuk kamu ketahui.” (Halaman 120) 


Hal ini membuat Audy sangsi dan berujung kepada perkembangan delus-delusinya yang… sekali lagi nggak penting itu. 
Selain itu, di sini, kehidupan Romeo yang masih misterius di seri pertama juga mulai nampak. Romeo sudah terbuka mengenai traumanya kepada Audy hingga membuat keduanya menjadi dekat. Karena Audy, Romeo jadi mengingat Almarhumah mamanya, dan karena Romeo, Audy masih merasa menjadi manusia normal di keluarga itu.
Ups… Udah sejauh ini, ya? Oke, karena untuk menghindari spoiler yang berkepanjangan, acara intipnya disudahi dulu. Selanjutnya mari kita ulas yang lainnya.
Well, membaca seri kedua ini sebenarnya belum bisa buat aku puas. Selain skripsi Audy yang belum beres, dunia Plato-nya Rex juga masih nanggung. Tapi akhirnya aku tahu kalau ini adalah keinginan penulisnya untuk membuat pembacanya penasaran. Jadilah aku pasrah dengan gigit jari sambil berdelusi tentang seri selanjutnya. Dan sampai di sini aku sadar kalau roh Audy Nagisa telah bersemayam di tubuhku.
Walau begitu, aku banyak tersenyum malu membaca beberapa kalimat romantis ala Rex di dalamnya. Seperti,


“Aku mendeskripsikan kualitas yang aku nggak punya, dan aku cari.,” sanggah Rex. “Love is the desire for perpetual possession of the good. Kata Plato.” (Halaman 293)

Atau,

“Kamu adalah entitas yang jadi kelemahan sekaligus kekuatanku; yang membuatku merasa lebih hidup.” (Halaman 294)



Awalnya aku terbahak, namun berikutnya, bibirku seolah tidak bisa berhenti tertarik karena senyuman malu yang muncul. Hahaha…. Cowok ini memang jempolan! Membuat pembaca sepertiku jadi labil. Kemarin aku berada di tim Regan, namun sekarang sepertinya aku telah beralih kepada ABG ini. Aku jadi berangan-angan memiliki cowok seperti Rex!

Uhm. Oke. “Kumohon, Audy Nagisa, berhentilah menghantuiku!”

Yang membuat aku masih memberi empat bintang untuk novel ini adalah gaya khas Orizuka yang masih bertahan di dalam. Seperti kataku tadi, semua tokoh masih memiliki karakter yang sama, sehingga hal ini membuat mereka terasa nyata. Benar-benar melekat di otakku. Taruhan, aku langsung teringat kepada novel ini jika seseorang menyebut nama Audy, meskipun yang orang itu maksud adalah mobil Audi. Bahkan Romeo juga. Maksudku, nama Romeo kan sudah dipakai di karya fenomenal William Shakespeare, tapi entah kenapa aku jadi merasa Romeo ini, ya, salah satu anggota 4R. Tokohnya Orizuka. Begitu pun dengan tokoh lainnya.

Sampulnya pun tetap konsisten dengan ilustrasi yang lucu. Ilustrasi Audy di atas kapal bersama bendera bergambar 4R terasa klop. Begitu presisi.
Jadi para remaja, aku rekomendasikan novel ini untuk kalian. Aku saja yang sudah… eh, masih remaja juga sih waktu baca ini. Hihihi…. Intinya, novel ini recommended banget.

Keterangan Buku
Judul                                          : The Chronicles of Audy: 21
Penulis                                        : Orizuka
Penyunting                                 : Tia Widiana
Cover desainer dan illustrator    : Bambang ‘Bambi’ Gunawan
Proofreader                                : NyiBlo
Jumlah Halaman                         : 308 hlm; 19 cm
Penerbit                                      : Penerbit Haru
Tahun Terbit                               : 2014

Lihat juga review:
  [Review] The Chronicles of Audy: 4R-Orizuka 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar